HARIAN SULUH. COM- Kampar, Sorotan tajam kini tertuju pada gaya hidup mewah seorang pejabat eselon IV di lingkungan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Kampar. Sosok yang dimaksud adalah Jumila, Bendahara Pengeluaran yang kedapatan menempati rumah megah di belakang Kantor Desa Tibun dan menggunakan mobil berpelat merah yang diduga kendaraan dinas.
Pemandangan tersebut menyulut beragam kecurigaan dan kritik dari masyarakat. Pasalnya, jabatan bendahara SKPD, khususnya pada level eselon IV, secara logika dan aturan tidak seharusnya dapat menjangkau gaya hidup mewah yang ditampilkan, apalagi menyangkut kepemilikan atau penggunaan mobil dinas.
“Kalau harta seperti itu dimiliki pejabat tinggi, mungkin masih masuk akal. Tapi ini hanya bendahara SKPD. Publik punya hak curiga. Pajak harus menyelidiki!” tegas Rizal, aktivis pemantau anggaran daerah.
Regulasi: Apakah Eselon IV Berhak atas Mobil Dinas?
Merujuk pada Peraturan Menteri PANRB Nomor 6 Tahun 2022, Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2020, serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2007, hak penggunaan mobil dinas secara pribadi hanya diberikan kepada pejabat struktural tertentu seperti:
Kepala daerah dan wakil
Sekretaris daerah (Sekda)
Kepala dinas/badan (eselon II)
Camat dan sejenisnya
Sementara pejabat eselon IV, termasuk bendahara SKPD, tidak masuk dalam kategori penerima kendaraan dinas pribadi, kecuali jika kendaraan itu bersifat operasional kantor dan digunakan sesuai perintah pimpinan dengan dokumen resmi yang sah.
Jika mobil dinas ditemukan terparkir secara permanen di rumah pribadi dan digunakan secara pribadi tanpa keperluan dinas, maka hal ini dapat dikategorikan sebagai:
Pelanggaran administrasi kepegawaian
Penyalahgunaan aset negara
Potensi gratifikasi atau tindak pidana korupsi
Desakan Penyelidikan Menyebar
Kondisi ini mendorong desakan agar Direktorat Jenderal Pajak, Inspektorat Daerah, BPK, dan bahkan KPK segera melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap kekayaan Jamila. Apalagi sebagai ASN, setiap pejabat wajib melaporkan Laporan Harta Kekayaan ASN (LHKASN) secara berkala dan transparan.
“Jangan sampai pajak cuma galak ke pedagang kecil, tapi lembek ke pejabat yang gaya hidupnya mencolok. Semua ASN wajib transparan soal harta,” tambah Rizal.
Aturan Pajak dan Potensi Jerat Hukum
Apabila ditemukan adanya kekayaan yang tidak sesuai dengan profil penghasilan dan tidak dilaporkan dalam LHKASN, maka dapat dikenakan:
Pemeriksaan pajak mendalam sesuai UU Perpajakan
Sanksi administratif sebagai ASN
Penyidikan pidana jika terbukti ada gratifikasi, suap, atau korupsi sesuai UU Tipikor
Belum Ada Klarifikasi
Hingga saat ini, pihak Bappeda Kampar maupun Jamila sendiri belum memberikan keterangan atau klarifikasi resmi terkait rumah mewah dan keberadaan mobil dinas tersebut. Sikap diam ini justru makin memancing tanda tanya publik.
Kesimpulan: Rakyat Menunggu Ketegasan Negara
Kasus ini menjadi cermin bahwa pengawasan terhadap harta ASN, terutama yang terlibat dalam pengelolaan keuangan daerah, tidak bisa lagi dilakukan setengah hati. Ketika rakyat kecil dikejar-kejar pajak, maka ketegasan terhadap pejabat yang bermewah-mewahan dengan fasilitas negara juga harus ditegakkan.***Tim
#Pejabat Kampar #Mobil dinas Kampar